6 Jun 2012



Mengetahui status gizi balita adalah hal yang sangat penting untuk dipahami oleh para orang tua. Hal ini karena mengingat usia balita merupakan masa emas yang akan menentukan proses perkembangan bayi tersebut di masa mendatang. Selain itu, pentingnya memahami status gizi balita ini karena mengingat apabila balita mengalami masalah kurang gizi, hal ini tidak bisa dipulihkan lagi.



Dengan dampak yang demikian menakutkan, kiranya masalah gizi balita ini perlu mendapatkan perhatian serius bagi setiap kalangan. Dari data yang ada menunjukkan, setiap tahunnya penderita gizi buruk di Indonesia selalu mengalami peningkatan. Hal ini ditandai dengan belum berimbangnya antara jumlah balita yang mendapatkan asupan gizi memadai dengan mereka yang hanya mendapatkan asupan makanan tanpa adanya keseimbangan gizi.


Dari data yang ada, dengan melihat faktor tinggi badan, ditemukan bahwa sebanyak 25,8 persen balita di Indonesia memiliki ukuran tubuh pendek. Kondisi ini menjadi sebuah indikator mengenai adanya masalah kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, apabila dibiarkan tanpa penanganan yang memadai, kondisi seperti ini bisa menimbulkan dampak yang cukup signifikan. Terutama bagi proses perkembangan balita itu sendiri.


Salah satunya yang akan terpengaruh adalah pada perkembangan otak anak. Dimana pada anak balita yang mengalami gizi buruk, perkembangan otaknya berjalan dengan sangat lambat. Padahal, otak manusia akan tumbuh pada saat usia balita. Fase pertumbuhan otak akan berlangsung secara cepat sejak janin berusia 30 minggu hingga bayi berumur 18 bulan. Sehingga pada masa-masa inilah, perlunya diperhatikan mengenai pemenuhan gizi balita tersebut.

Standar Acuan

Dalam menentukan kualitas gizi seorang balita, ada standar acuan yang bisa dijadikan parameter. Acuan gizi balita tersebut antara lain berat badan menurut umur, berat badan menurut tinggi badan serta tinggi badan menurut umur. Dari parameter tersebut, bisa ditentukan kualifikasi status kesehatan gizi seorang balita mulai dari normal, di bawah normal atau kurus dan gemuk.


Sementara bila acuan yang digunakan adalah tinggi badan, pada balita yang memiliki kondisi kurang baik akan disebut dengan stunted atau pendek. Pedoman ini menggunakan standar dari tabel yang dibuat oleh WHO-NCHS atau National Center for Healt Statistics.
Dengan tabel yang dibuat oleh WHO NCHS tersebut, kita bisa mencocokkan umur anak dalam ukuran bulan dengan berat badan yang sudah distandarkan. Apabila berat seorang balita kurang dari ukuran dalam tabel bisa diartikan bahwa balita tersebut memiliki kekurangan gizi.


Para orang tua bisa memantau sendiri perkembangan balita mereka dengan cara melihat tabel yang ada dalam Kartu Menuju Sehat yang bisa didapatkan di Pos Pelayanan Terpadu. Dari kurva yang ada pada kartu tersebut, kita bisa menggunakannya untuk memperkirakan status gizi anak kita.


Dengan melihat umur anak, kita bisa melihat berat badan ideal yang ada pada kurva dalam tabel tersebut. Bila masih berada dalam garis batas hijau, maka artinya gizi balita kita dikatakan baik. sementara apabila berada di bawah garis merah, merupakan indikasi bahwa status gizi balita kita adalah buruk.


Parameter berdasar berat badan balita ini merupakan parameter umum yang banyak digunakan di Indonesia. Hampir semua posyandu yang ada, menggunakan ukuran berat badan berdasar umur sebagai pedoman untuk menentukan status gizi seorang balita.
Selain menggunakan berat badan menurut umur, ukuran lingkar kepala sering juga digunakan untuk mengetahui status gizi seorang balita. Ukuran lingkar kepala ini digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenani perkembangan otak seorang anak. Namun demikian, tidak semua posyandu menggunakan parameter lingkar kepala ini sebagai cara untuk menentukan status gizi seorang balita.

Skoring dan Gizi Buruk

Untuk membedakan balita yang mengalami kurang gizi dan gizi buruk bisa dilakukandengan cara melakukan penilaian atau skoring. Untuk balita yang mengalami kekurangan gizi, adalah apabila berat badan menurut umur mereka jika dihitung dengan sekor Z, memiliki nilai kurang dari -2. Sementara untuk gizi buruk adalah apabila penilaian dengan Skor Z itu memiliki nilai kurang dari -3. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa gizi buruk memiliki kondisi yang lebih parah dibandingkan dengan gizi kurang.


Seorang balita yang mengalami gizi kurang memiliki penampilan yang kurus dengan rambut berwarna kemerahan atau pirang. Bagian perut seringkali terlihat buncit dengan wajah yang disebut moon face karena membengkak. Atau pula wajah mengalami pengeriputan atau disebut dengan monkey face.


Dari sisi karakter, anak yang mengalami gizi kurang cenderung lebih cengeng dan kurang memiliki respon atas rangsangan yang diberikan sekelilingnya. Apabila kondisi gizi kurang ini berlangsung dalam jangka waktu lama akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak tersebut.
Penyebab utama masalah kurang gizi ini adala faktor ekonomi, dimana para orang tua tidak mampu memberikan asupan yang memenuhi standar minimal gizi dalam makanan anak. Dengan demikian, kebutuhan gizi anak menjadi berkurang. Selain itu, masalah gizi kurang ini juga disebabkan adanya infeksi seperti diare. Demikian juga, faktor pengetahuan dari orang tua khususnya ibu yang kurang memiliki pengetahuan cukup mengenai gizi.


Sehingga ketika mereka memberikan makanan bagi anak balita mereka, tidak mementingkan masalah kualitas namun lebih mengedepankan kuantitas. Selain itu, masih adanya pandangan kuno tentang pemilihan makanan tertentu yang dianggap tabu. Padahal, tak jarang makanan yang ditabukan tersebut justru memiliki nilai gizi yang cukup tinggi.


Apabila kondisi seperti ini dibiarkan, akan berdampak pada proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Hal ini akan terjadi, baik pada masalah mental maupun fisiknya. Dari sisi fisik, seorang anak yang memiliki gizi kurang akan terlihat lebih pendek atau lebih kurus dibandingkan dengan teman-temannya. Dari sisi mental, anak yang mengalami masalah gizi kurang ini cenderung memiliki kemampuan intelektual yang lebih rendah daripada teman-temannya yang memiliki gizi cukup.


Guna mengatasi permasalahan balita yang mengalami kurang gizi seperti ini, diperlukan kerjasama yang baik dari semua piuhak. Mulai dari keluarga, praktisi kesehatan, pemerintah serta lingkungan. Pemerintah harus memiliki peran yang lebih aktif dalam menjalankan program posyandu. Dimana, program ini jangan hanya sekedar ditujukan untuk menimbang atau memberikan vaksinasi pada bayi semata.


Lebih jauh, posyandu harus lebih bisa digiatkan sebagai media untuk memberikan penyuluhan kepada para orang tua, khususnya ibu, mengenai masalah kesehatan balita. Dengan demikian, tingkat kesadaran akan kesehatan bisa ditumbuhkan dengan adanya pemahaman dan informasi yang mendalam melalui posyandu tersebut.


Bagi para ibu, mereka harus memiliki kesabaran dan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai gizi balita. Jangan mengedepankan kuantitas makanan bagi para balita, dengan mengesampingkan masalah kualitas. Sehingga pada nantinya, balita hanya akan merasa kenyang, namun tidak mendapatkan manfaat yang lebih dari makanan tersebut selain menghapus rasa lapar saja.


Makanan alami seperti sayuran dan makanan hewani, penting untuk disertakan sebagai sajian bagi para balita. Kurangi porsi makanan yang bersifat instan karena makanan seperti ini jauh lebih banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya. Yang paling utama adalah membudayakan menu makanan empat sehat lima sempurna sejak usia dini.